"Yang berdiam ditiap kata yang kau tulis, atau yang belum kau tulis, dan yang tak mungkin pernah kau tulis, dengan coretan tanpa tinta"
Jumat, 09 Januari 2015
Jika suaraku hanya getarkan tirani, maka tulisanku bisa hancurkan tirani
Tulisan sebagai curahan ide-ide kaum intelektual merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari dunia pergerakan. Sejarah perjuangan bangsa ini tak
terlepas dari buah pemikiran kaum intelektual zaman dahulu. Buah
pemikiran inilah yang disalurkan lewat tulisan yang masih dapat kita
kenang betapa hebatnya dampak dari tulisan-tulisan mereka. Contohnya tulisan
Abdul Rivai dalam Koran Bintang Timoer, isinya menelanjangi kebusukan
kolonialisme Belanda dan muncul sebagai penyokong pergerakan pemuda
Indonesia di Belanda, kemudian tulisan Soewardi Suryaningrat dengan
tulisannya “Als ik een Nederlander was” yang memprotes niat pemerintah
Hindia Belanda untuk mengumpulkan sumbangan dari pribumi untuk perayaan
kemerdekaan Belanda dari Perancis, selanjutnya novel “Max Havelaar”
menceritakan nasib buruk rakyat yang terjajah karya Multatuli atau lebih
dikenal dengan Douwes Dekker. Tulisan-tulisan tersebut merupakan
kumpulan ide-ide kaum intelektual yang mendorong negeri ini terbebas
dari kesewenang-wenangan. Jika kita ambil sisi lain dari tulisan-tulisan
tersebut, selain memperjuangkan ide-ide penulis, tulisan juga memberi
kehidupan lain bagi penulisnya sekalipun mereka telah tiada sehingga
muncullah adagium “Aku menulis, aku berjuang, aku abadi”. Ide-ide mereka
yang tersalur dalam tulisan itu sampai sekarang masih kita gunakan
sebagai referensi dalam pergerakan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar